Friday, December 25, 2015

Kasih Bapa

By Felicia Sutanto

Picture courtesy of http://www.aroundyou.com.au
"Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak - anakmu, apalagi Bapamu yang di surga!" (Matius 7:11).

Pada tahun 1989, gempa bumi hampir meratakan Armenia dengan membunuh lebih dari 30.000 orang dalam waktu kurang dari 4 menit. Ada seorang bapak yang berlari kembali ke sekolah anaknya karena gempa itu baru saja terjadi setelah dia mengantarkan anaknya kesana. Sekolah itu sudah rata dengan tanah. Bapak ini mencoba mengingat - ingat letak kelas anaknya. Kemudian dia coba menggali puing - puing diatasnya. Beberapa orang orang tua lain, petugas kebakaran dan polisi mengusir dia dari sana karena berbahaya. Mereka berkata sudah terlambat dan mereka telah mati. 

Dia terus menggali selama delapan jam, dua puluh empat jam, tiga puluh enam jam lamanya. Kemudian, pada jam ke tiga puluh delapan, ketika ia menarik batu besar, terdengar suara anak kecil, lalu ia meneriakan nama anaknya, terdengar jawaban
"Ini aku, pa".

Bulan ini kita merayakan natal. Merayakan Kasih Bapa untuk umat manusia. FirmanNya berkata dalam Matius 3:16 (TB) "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal".

Selamat Natal.

Thursday, December 24, 2015

Musim kering dan musim hujan

By Mulyadi Irawan

Tanaman Jagung, Singkong, dan Kacang di perkebunan petani, Semarang.
Ada sebuah hal yang selama ini jadi pertanyaan dalam hidup saya. Ketika saya memperhatikan petani di desa tempat kami tinggal, setiap musim kemarau, dimana tanah mulai kering dan merekah, mereka mulai mengerjakan tanah mereka. Tanah itu mulai mereka kerjakan dengan alat sederhana yaitu pacul. Di saat seperti ini, mereka bekerja berhari - hari lamanya. 

Ketika tanah sudah selesai dikerjakan, mereka biarkan tanah tersebut dan biasanya, beberapa bulan kemudian, hujan mulai turun. Saat hujan mulai turun, mereka tunggu 1 (satu) minggu lamanya sebelum mereka mulai menanam. Mereka berkata, ketika hujan turun, barulah itu saatnya menanam dan biar alam yang merawat dan menyirami tanah tersebut. Saya merenungkan kenapa mereka mulai menggali tanah saat musim kering. Ternyata saat musim kering, tanah tidak menggumpal dan mudah digemburkan. Jika mereka mengemburkan tanah di saat musim hujan, tanah itu akan menggumpal dan banyak yang akan melekat pada mata pacul dan kaki mereka sehingga ini menyulitkan mereka untuk lanjut bekerja. 

Foto saat tanah digemburkan pada musim kering (kiri) dan benih yang telah tumbuh pada musim hujan (kanan).

Demikian juga dalam hidup kita, ketika kita mengalami masalah dalam hidup kita sehingga kita merasa kering, inilah saat yang tepat untuk menggemburkan kembali tanah hati kita dengan penuh ucapan syukur, berdamai dengan keadaan, dan percaya, bahwa saat hujan turun, hati kita sudah siap terima semua yang baik dengan ucapan syukur. Benih itu akan tumbuh dan kita tidak perlu berjerih payah untuk menggarap tanah hati kita kembali ketika hujan berkat sudah turun karena semua telah kita siapkan.

Mari terus kerjakan tanah hati kita saat musim kering dan siapkan diri untuk hujan berkat yang sudah Dia rencanakan bagi kita.

Damai Kristus dalam hidup kita semua.

Sunday, December 20, 2015

Bukan dari luar, tapi dari dalam

By Benyamin Kurniawan
Trifena Yulianti (kiri) dan Pak Benyamin Kurniawan (kanan)
Presiden Ronald Reagan pernah mengatakan bahwa, “Kedamaian itu bukanlah keadaan tanpa konflik, tapi kemampuan untuk mengatasi konflik tanpa kehilangan kedamaian.” Damai bukanlah keadaan dari luar, tapi kondisi dari dalam. Dikisahkan diadakan sebuah perlombaan melukis dengan tema ‘kedamaian’, para pelukis mulai mencurahkan imajinasinya untuk menggambarkan arti kedamaian yang sesungguhnya dalam goresan kanvas. Sampailah pada hari penilaian, semua lukisan dinilai oleh juri dan akhirnya terpilih dua lukisan yang akan dipilih menjadi pemenang perlombaan ini.

Pada babak final, kedua pelukis diberikan waktu untuk menceritakan gambaran sesungguhnya tentang kedamaian. Saat pelukis pertama menceritakan, “Kedamaian adalah saat kita berdiri di depan sebuah danau yang tenang dan melihat keindahan alam sekitar dimana gunung menjulang tinggi, cuaca cerah dengan langit biru dan awan putih yang menciptakan sebuah keindahan alam yang membuat kita dapat menarik nafas dan merasakan ketenangan dalam diri kita.” Semua penonton bertepuk tangan mendengar penjelasan pelukis pertama ini dalam menggambakan kedamaian.

Kesempatan kedua diberikan kepada pelukis kedua, dengan tenang ia mulai menjelaskan lukisannya, “Saat kalian semua melihat lukisan saya, kalian pasti berpikir dimana letak kedamaian dalam lukisan saya? Yang kalian lihat adalah kondisi angin badai yang sedang bertiup kencang di tepi sebuah pantai, angin yang kencang membuat kekacauan, daun-daun berguguran, dahan pohon terbang mengikuti arah angin, bahkan pasir di pantai juga berterbangan menambah kekacauan di malam tersebut. Hujan juga mulai turun memecah keheningan malam tersebut, tetapi di dalam kondisi tersebut dapatkah kalian memperhatikan seekor burung kecil sedang bersiul-siul di atas sebuah dahan dan tetap tenang dalam situasi yang begitu kacau—itulah yang disebut kedamaian.” Ketika pelukis kedua menyelesaikan ceritanya, maka seluruh hadirin yang ada di ruangan tersebut bangkit berdiri sambil bertepuk tangan.

Anda pasti dapat menduga lukisan mana yang memenangkan lomba? Benar dugaan Anda, lukisan kedua menjadi pemenangnya. Kedamaian bukan berarti Anda harus berada di tempat yang tanpa keributan, tanpa kesulitan atau bahkan sebuah kondisi tanpa konflik—tapi justru kedamaian adalah perasaan tenang saat Anda menghadapi keributan, kesulitan bahkan di dalam konflik sekalipun. Ketenangan seperti itu muncul karena Anda memiliki keyakinan bahwa ada pelangi sehabis hujan dan ada harapan di dalam setiap kesulitan. Ingatlah selalu, Kedamaian bukanlah keadaan dari luar, tapi kondisi dari dalam. (BK)



Tuesday, December 15, 2015

Seperti Bapa Sayang Anaknya

By Mulyadi Irawan


Sunday Service at IFGF Semarang, 13 Desember 2015.
Demikianlah karena kasihNya, karena cinta dan sayangNya pada kita, Dia berikan anakNya yang tunggal Yesus Kristus turun ke dunia, jadi sama dengan manusia, mati di kayu salib dan pada hari ketiga Dia bangkit dari antara orang mati, naik ke surga dan duduk disebelah kanan Allah Bapa yang maha kuasa.

Jika ada diantara kita yang sedang mengalami bahwa sepertinya semua yang ada dalam hidup kita telah mati, baik itu usaha, pekerjaan, keluarga, bahkan iman kita yang mulai lemah, percayalah bahwa Dia telah datang membawa kehidupan bagi kita semua.

DamaiNya dicurahkan atas hidup kita sehingga kita bisa menjalani hidup ini dengan penuh sukacita dan terus melangkah dari satu kemuliaan kepada satu kemuliaan lainnya.

Doa saya untuk kita semua:
"Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam iman kamu, supaya oleh kekuatan Roh Kudus kamu berlimpah-limpah dalam pengharapan". (Roma 15 : 13)

Amin.

Klik disini untuk melihat lirik dari ref. lagu Seperti Bapa Sayang Anaknya karya Jeffy S. Tjandra dari message di atas.

Wednesday, December 9, 2015

My Peace

 By Felicia Sutanto


Felicia Sutanto: Berdialog dalam acara iWoman 2015.
"Damai", mendengar kata ini saja sudah terasa damai di dalam hati. Pada tahun 2005 yang lalu, mama saya divonis menderita kanker oleh dokter, penyakit yang sampai saat ini menjadi hal yang mengerikan bagi kita semua. 

Setelah dokter memberitahu mama saya tentang penyakit yang dideritanya, beliau mengucapkan terima kasih kepada dokter tersebut dan mendoakannya. Setelah didoakan, dokter tersebut menyampaikan kepada saya bahwa selama ini, belum pernah ada pasiennya yang mendoakan dia. 

Kemudian, mama meminta saya untuk menyanyikan lagu "My Peace" untuknya. Sepenggal lirik lagu itu berbunyi,

"My peace, I give unto You. It's a peace, that the world cannot give."

Beliau tidak ingin apapun yang terjadi dalam hidupnya merenggut damai yang sudah diberikanNya. Banyak hal luar biasa yang dapat saya pelajari dari kesaksian hidup beliau, dan itu sangat membekas di hidup saya. Bagaimanapun dan dimanapun hidup kita sedang berada, jangan pernah melupakan damai yang sudah Tuhan berikan dalam hidup kita. Damai yang kita harus bawa dimanapun kita ditempatkan.

"Damai sejahtera kutinggalkan bagimu. Damai sejahteraKu Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu". (Yoh 14:27)


Damai Tuhan bagi kita semua.


Klik disini untuk mendangarkan ref. lagu My Peace dari message di atas.

Saturday, December 5, 2015

Merah dan Hijau

By Mulyadi Irawan


Dekorasi Natal. Courtesy of Zero Decor.
Tidak terasa bulan Desember telah tiba. Pada bulan perayaan Natal ini, kita kerap kali menemukan tempat-tempat umum dihiasi dekorasi yang dominan berwarna merah dan hijau.

Kedua warna ini mempunyai arti masing-masing, dimana Merah dapat melambangkan semangat, dan Hijau melambangkan kehidupan, sehingga kedua warna ini dapat diartikan menjadi hidup yang penuh dengan semangat.



Semangat yang dimaksud adalah semangat yang membangun dan tidak merusak, semangat yang mendukung dan tidak menjatuhkan. Papi percaya, jikalau kedua hal ini bisa kita lakukan, akan mendatangkan damai dalam hidup kita.

"Kedamaian yang mana dibawa oleh-Nya yang turun ke dunia ini dan kita merayakannya lewat perayaan Natal."

Papi berdoa semoga damai sejahtera selalu memenuhi hidup kita semua, Tuhan memberkati.

Salam Merah dan Hijau.

Thursday, December 3, 2015

Semua Telah DiciptakanNya dengan Sebuah Tujuan Ilahi


By Felicia Sutanto.


Felicia Sutanto: Goreng risoles untuk bersama di Umbul Sidomukti, Semarang.

Setiap kita yang ada di 
dunia ini diciptakan untuk sebuah tujuan ilahi. Saya percaya bahwa tidak ada sesuatu apapun yang ada di kolong langit ini yang diciptakanNya tanpa tujuan. Setiap kita yang ada juga mempunyai sebuah panggilan ilahi.

Maria dipanggil Tuhan untuk melahirkan Juru Selamat yang oleh ketaatannya kita orang berdosa boleh selamat dari hukuman dosa. Saya percaya hal yang dialami Maria tidak mudah karena pada waktu itu Maria baru bertunangan dengan kekasih hatinya Yusuf. Mereka belum menikah dan Maria akan mengandung seorang anak. Kita mengerti bahwa hukum yang berlaku pada masa itu untuk orang yang berzinah atau mengandung di luar nikah adalah hukuman rajam. Sungguh suatu hal yang sangat sulit buat Maria berkata "Ya" untuk apa yang Tuhan ingin kerjakan dalam hidupnya, tetapi, kita mengetahui bahwa jawaban yang keluar dari mulut Maria adalah "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu". Jawaban yang luar biasa menurut saya.

Ketika suatu hari 17 tahun yang lalu suami saya mengungkapkan panggilan Tuhan untuk pelayanan ini, saya juga seperti Maria yang berpikir, 'mana mungkin', karena pertama, baik suami saya maupun saya tidak mengerti apapun mengenai narkoba. Kedua, kami dengan 3 (tiga) orang anak kami harus pindah dari kota besar ke desa kecil. Ketiga, kami harus menjual semua yang kami miliki untuk panggilan ini. Bagi saya hal ini sungguh sangat berat sehingga saya harus bergumul antara 'saya' atau 'panggilan' Tuhan dalam hidup keluarga saya. Tetapi, lewat doa - doa pergumulan saya, lewat janji - janji yang Tuhan berikan, itulah yang menguatkan saya. Akhirnya saya bisa berkata "Ya" untuk panggilan Tuhan ini.

Bukankah Dia yang memanggil, Dia juga memperlengkapi? Dia yang menjagai dan Dia yang mencukupi? Dia Tuhan yang luar biasa. Dia berkata, "Aku berkata kepadamu : Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh kedalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja, tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah" (Yoh 12: 24). 

Kata 'Mati' disini dalam salah satu terjemahan artinya 'Die to self'. Hidup kita akan berarti jika kita 'die to self' dan hidup bagi Dia.

Tuhan Yesus Memberkati kita semua.

Tuesday, December 1, 2015

"Rumah Damai"

by Mulyadi Irawan & Felicia Sutanto.

Felicia Sutanto (kiri) & Mulyadi Irawan (kanan)
Hari - hari ini banyak anak yang memiliki rumah untuk tempat tinggal, namun bukan rumah dimana mereka temukan kedamaian. Kesibukan orang tua terkadang membuat seorang anak mencari sesuatu untuk mengisi kekosongan yang ada. 

Rumah dipenuhi dengan barang - barang yang diharapkan untuk memenuhi kekosongan tersebut, namun tetap saja damai tidak ditemukan.

Mengapa Yayasan ini kami namakan Rumah Damai?

Kami melihat bahwa setiap anak memerlukan rumah yang ada damai di dalamnya. Canda tawa diantara penghuni rumah, keterbukaan antar anggota keluarga, dan kegembiraan walaupun mereka sedang kekurangan.

Alkitab berkata kalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia sia usaha orang membangunnya. Kita perlu Tuhan dalam membangun rumah, kalau Tuhan yang membangun pasti Dia sertai dengan damai sejahtera.

Bulan Desember ini, kita merayakan kelahiran Juru selamat dunia yang turun untuk memberi kedamaian bagi kita semua. Saya berdoa untuk setiap rumah agar dapat menemukan kedamaian karena Yesus telah datang membawa damai.


Tuhan memberkati.