Monday, January 25, 2016

Tetap percaya dan jangan goyah!

By Felicia Sutanto


Ilustrasi seseorang yang direndahkan orang lain (pic. by Pixabay).
Suatu ketika, dalam pesawat perjalanan kami kembali dari Singapore ke Semarang, anak saya, Sammy, ijin ke toilet. Sekembalinya dia dari toilet, raut mukanya terlihat kesal sekali. Karena penasaran, saya bertanya kepadanya apa yang telah terjadi padanya yang membuat dia terlihat kesal sekali. Lalu dia bercerita bahwa saat dia antri untuk ke toilet, ada seorang bapak yang bertanya padanya: "Rumahmu dimana, nyo?". Lalu anak saya menjawab: "Di Gunung Pati, om". Kemudian si bapak tersebut berkata: "Orang Gunung Pati kok bisa ke Singapore", sambil mencibir, kemudian dilanjutkan dengan mengatakan bahwa sehabis balik ke Semarang, dia akan melanjutkan liburannya ke China.

Saya juga merasa kesal mendengarnya, kenapa si bapak ini tega menghina dan bersikap sombong kepada seorang anak kecil. Sepanjang perjalanan saya jadi merenungkan perkataan si bapak tadi. Setelah sekian lama saya merenung, tiba - tiba, kata - kata si bapak tadi terdengar seperti pujian di telinga saya. Lumayan juga menurut saya bahwa orang yang tinggal di Gunung Pati bisa liburan ke Singapore. Saya tersenyum sendiri membayangkannya. What a compliment. 

Sebenarnya, di satu sisi, pikiran saya sama dengan pikiran si bapak tadi. Waktu memulai pelayanan di Rumah Damai, sayapun berpikir bahwa saya akan hidup miskin, hidup berkekurangan. Saya berpikir kalau saya tidak lagi bisa liburan kemana - mana. Tidak bisa lagi membeli barang - barang dengan merk yang terkenal, walaupun saya bukan orang yang tergila - gila memakai barang - barang "branded".

Percayakah saudara, sejak saya pindah ke Gunung Pati, Semarang, saya tidak pernah berani masuk ke toko - toko dengan barang - barang bermerk terkenal? Saya apatis dan tidak mau mencobai diri saya sendiri, sampai pada liburan yang lalu, saya memberanikan diri untuk masuk ke beberapa toko "branded" tersebut. 

Buat saya, ini bukan perjalanan "Shopping" saya, tetapi ini adalah perjalanan rohani saya. Setelah sekian lama saya berjalan bersama Tuhan. Setelah sekian kali Dia membuktikan bahwa Dia memberkati, melindungi, membela dan memelihara hidup saya, sehingga timbul kembali iman dan percaya saya padaNya. Setiap hari semakin bertambah besar iman saya terhadap kasih setiaNya.
 
Firman Tuhan berkata, "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur". (Filipi 4:6).

 
Kalau bunga bakung, yang tidak memintal dan tidak menenun, yang Salomo dalam segala kemegahannya pun, tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu, apalagi kita yang diciptakan serupa dengan gambarNya dan sangat dikasihiNya.

 
Oleh karena itu tetaplah percaya dan janganlah goyah oleh keadaan apapun. Allah kita adalah Allah yang setia dan Allah yang mengasihi kita. Haleluya!

Thursday, January 21, 2016

Tiada yang mustahil bagiNya!

By Felicia Sutanto

New plant grows on an old trunk. Picture by Pixabay.
Saya teringat pada suatu hari di bulan September tahun 2013, saya dan suami menerima undangan untuk melayani di acara ulang tahun sebuah gereja dan pelayanan gembalanya yang ke 10.

Gereja tersebut berada di kota Medan dan gembala gereja itu adalah seorang alumni Rumah Damai. Seorang pecandu narkoba yang dianggap sebagai sampah masyarakat dan orang yang dibuang.


Tentu saja saya terkejut ketika menerima undangan tersebut karena 10 tahun berjalan begitu cepatnya. Hampir - hampir saya tidak percaya bahwa dia sudah menjadi gembala selama itu. Dalam waktu bersamaan, saya juga merasa takjub. Takjub akan karya Tuhan yang mengubah kehidupannya dari sampah masyarakat menjadi berkat bagi banyak orang.

Firman Tuhan berkata :
"Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat". (1 Korintus 1:27)

Oleh anugerahnya dia telah diangkat dari kehidupan yang tidak berarti dan dipilih untuk menjadi pembawa kabar sukacita. Inilah salah satu alasan Dia datang ke dunia. Karena kasihNya kepada kita Dia datang untuk memulihkan segalanya.

"Tiada suatu apa pun yang mustahil untuk-Mu!" (Yeremia 32:17)

Haleluya!

Wednesday, January 6, 2016

Menunggu yang Baru, meninggalkan yang Lama

By Mulyadi Irawan 


Tidak terasa kita sudah memasuki tahun 2016. Sepertinya belum lama ini kita memasuki tahun 2015, tetapi sekarang kita harus meninggalkan tahun yang lama dan masuk ke dalam tahun yang baru. Hal yang baru biasanya menyenangkan, seperti rumah baru dan baju baru.

Kemarin saat saya pergi ke Jakarta, lampu tanda penggantian timing belt menyala saat saya berada di tol Cikampek. Waktu itu saya sedang liburan dengan keluarga, sehingga saya terpaksa membawanya ke bengkel mobil dan melakukan perbaikan. Waktu yang digunakan untuk memperbaiki mobil itu sangat berharga, saya gunakan waktu yang ada saat itu untuk merenungkan hidup ini. Dalam perenungan itu, saya mendapati hal yang baru, bahwa untuk mendapatkan hal yang baru tersebut, kita tidak bisa duduk terdiam saja. Saya harus mengantar mobil saya ke bengkel, mengantri giliran untuk service, lalu menunggu sampai perbaikan selesai.

Senangnya hati saya saat perbaikan selesai karena saya dapat melanjutkan liburan dengan keluarga saya. Dengan Timing belt yang baru, mobil saya dapat menepuh 150.000 km lagi. Selalu ada waktu menunggu untuk sesuatu yang baru. Saya percaya bahwa di saat suatu proses menunggu dijalani, akan ada akhir yang baik dan manis. Mari kita memasuki tahun 2016 dengan persiapan hati dan percaya akan Dia. Hari - hari penuh berkat dan sukacita telah Dia sediakan untuk kita semua.


Selamat tinggal tahun 2015 dan selamat datang tahun 2016.

Tuhan memberkati.

Monday, January 4, 2016

God's love are created new every morning

By Felicia Sutanto


Liburan akhir tahun 2015, Dusun Bambu, Bandung.
(Kiri ke kanan) Samuel, Yosua, Mulyadi Irawan, Felicia Sutanto, dan Grace.
Akhir tahun lalu kami sekeluarga berkesempatan untuk berlibur ke Bandung. Karena pada waktu beberapa hari sebelum kami berangkat berlibur kami mendengar kabar bahwa jalan pantura dan tol cikampek mengalami kemacetan yang luar biasa, melebihi libur lebaran lalu, maka kami memutuskan untuk bermalam di Cirebon. 

Kami tiba di Cirebon jam 10 pagi dan kami belum makan apa apa sejak pagi karena itu suami saya mengajak kami semua untuk makan makanan khas cirebon yaitu nasi jamblang. Kami dapat parkir agak jauh karena ternyata tempat parkiran penuh. Ketika sampai di tempat  kami terkejut karena tempatnya penuh sekali dan antrian sudah sampai keluar warung. Hari itu matahari terik sekali dan warung penuh sesak, tapi saya tidak tega untuk minta makan di tempat lain karena ini adalah makanan kesukaan suami saya. Selama mengantri kami sudah merencanakan untuk nanti makan sambil berdiri di dalam dekat tempat cuci tangan karena tidak ada tempat yang kosong. Tepat pada saat kami sudah mendapatkan makanan kami, tiba - tiba satu keluarga di depan kami berdiri dan meninggalkan meja makan mereka sehingga akhirnya, kami dapat makan sambil duduk.

Mungkin bagi orang lain hal ini adalah soal kecil, tidak spektakuler, tapi entah bagaimana pagi itu saya merasakan kasih setia Tuhan yang tak habis habisnya dalam hidup saya. Seperti yang tertulis dalam kitab Ratapan 3 : 22-23, 

"God's loyal love couldn't have run out. His merciful love couldn't have dried up.
THEY ARE CREATED NEW EVERY MORNING. How great your faithfulness.
I'm sticking with God (I say it over and over)". (MSG)

 
Mari senantiasa mengucap syukur. Mengucap syukur untuk semua yang telah diberikanNya tahun lalu dan untuk semua yang akan diberikanNya tahun ini.
Ya, kasih setia Tuhan tidak bisa habis karena (kasih setia dan belas kasihNya) diciptakanNya baru setiap pagi. Betapa besar kasih setiaNya.

I'm sticking with God.