Thursday, February 11, 2016

Kasih dalam persaudaraan

By Felicia Sutanto


Ilustrasi kasih persaudaraan (source: PixaBay)
Suatu pagi, sepasang suami istri, tetangga kami berlari datang ke rumah kami. Sambil menangis, sang istri mengabarkan kepada kami bahwa anaknya mengalami kecelakaan ketika mengendarai motornya. Mereka tidak memiliki uang untuk biaya perawatan di rumah sakit dan ingin meminjam uang dari kami. Saat itu, anaknya dirawat di rumah sakit dalam keadaan koma. Kami dengan segera, bersama - sama mereka, berangkat ke rumah sakit tersebut. 

Setibanya disana, kami melihat bahwa keadaan anak mereka di sana sangat parah. Dia terjatuh dari motor yang dikendarainya dan kepalanya menghantam trotoar jalan. Bagian muka dan kepalanya membesar karena bengkak. Singkat cerita, kami mendoakannya dan setelah itu kami pamit pulang. 

Oleh karena iman dari orang tua anak tersebut atas mujizatNya dan oleh karena anugerahNya, dalam waktu dua hari, anak ini kembali sadar dari koma yang dialaminya. Dia diijinkan pulang dari rumah sakit beberapa hari kemudian dan kami memutuskan untuk menjenguknya. Saat pamit untuk pulang, bapak dari anak ini memberitahu kami bahwa dia tidak dapat membayar hutangnya kepada kami. Dia menawarkan apa yang dia miliki saat itu, yaitu tanah yang lokasinya persis di sebelah tembok rumah kami untuk membayar hutangnya.

Dalam luas tanah yang ditawarkan tersebut, bagian depannya terdapat banyak pohon durian. Melihat hal itu, kami sangat senang, dan bapak tersebut berkata bahwa apapun yang kita minta dari tanah tersebut, ia siap memberikannya kepada kami.

Saya sedikit terusik mendengar ketulusan hati bapak tersebut. Pohon - pohon durian yang ada di bagian paling depan dari tanahnya adalah sumber mata pencaharian keluarga ini. Saya tidak mau menolong sekaligus merampok orang yang ditolong dengan mengambil sumber penghasilannya. Karena itu, saya membicarakannya dengan suami saya dan dia juga setuju dengan pendapat saya. 

Akhirnya, kami hanya mengambil sebagian dari tanah yang ditawarkan, yaitu tanah dari bagian tengah, sampai bagian belakang. Kami tidak mengambil tanah bagian terdepan yang banyak terdapat pohon durian tersebut. Saat kami mengabarkan bapak tersebut, terlihatlah senyum lebar di wajahnya. Dia terlihat sangat bahagia dan itu membuat kami turut berbahagia. Diatas tanah itulah akhirnya berdiri ruang 'Imanuel' dan ruang kebaktian kami. 

Fiman Tuhan berkata dalam 1 Petrus 1:22 (TB), "Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu".



Marilah kita semua belajar untuk saling mengasihi dengan tulus ikhlas tanpa memandang kaya atau miskin, suku atau bangsa, untung atau rugi, seperti yang diajarkan dunia ini, tetapi biarlah kasih kita itu tulus dan ikhlas, karena setiap kali kita memberi, maka disaat itulah kita diberi (oleh Tuhan) tanpa kita meminta.

Tuhan memberkati.

No comments:

Post a Comment