Showing posts with label pengalaman hidup. Show all posts
Showing posts with label pengalaman hidup. Show all posts

Friday, March 10, 2017

Transformasi dalam Nama

By Muljadi Irawan

Saya mempunyai cerita yang menarik, cerita yang sering saya ceritakan kepada beberapa teman-teman atau anak-anak saya ketika mereka dihina oleh orang lain. Cerita sederhana ini mungkin bisa menginspirasi teman-teman juga.

Saat saya masih aktif bekerja di Jakarta, saya cukup dekat dengan seorang security bernama Efrizon. Teman-teman suka memanggilnya O'on, bukan karena dia adalah seorang yang o'on (atau bodoh) tapi hanya karena panggilan tersebut memudahkan orang-orang untuk memanggilnya. Saat krisis moneter terjadi, perusahaan kami menjadi salah satu perusahaan yang mengalami dampak cukup besar. Perusahaan mengalami penyusutan, beberapa karyawan harus di PHK secara sepihak agar perusahaan tetap dapat berjalan. O'on menjadi salah satu orang di PHK, ia sempat berpamitan kepada saya. Wajahnya tampak sedih, tapi ia berkata semua akan baik-baik saja dan ia akan membuka usaha sendiri.

Tidak lama setelah itu, ia mulai berjualan sepatu di daerah Tanah Abang. Saya sempat berkunjung dan membeli sepatu untuk membantunya. Namun, tidak lama setelah saya membeli sepatu tersebut. O'on menelepon saya dan mengucapkan perpisahan sekali lagi karena ternyata usahanya di Tanah Abang tidak berhasil dan ia ingin kembali ke tanah kelahirannya yaitu Padang.

Setelah beberapa tahun tidak bertemu dan tidak ada kabar. Saat saya sedang mengurus kantor cabang tempat saya bekerja, ada seseorang yang memanggil saya. "Pak Mul!", "Pak Mul!". Ketika saya melihat ke arah suara tersebut ternyata O'on yang memanggil saya, tidak dengan seragam security atau kaus oblong tapi dengan setelan kemeja rapih. "Wah O'on, gimana kabar kamu sekarang?", saya sangat terkejut melihat penampilannya yang baru. "Pak Mul! Kenalan dulu kita, saya bukan O'on, nama saya Jaya!". Ternyata nama barunya lebih membuat saya terkejut daripada penampilan barunya.

Kami-pun memutuskan untuk berbincang-bincang sebentar sebelum kembali ke kesibukan masing-masing. Ia bercerita pengalamannya saat ia mengalami kegagalan dan harus kembali ke Padang. Ia merenung selama beberapa hari dan ia menyadari bahwa setiap orang sukses yang ia kenal memiliki kesamaan yaitu masing-masing dari mereka memiliki nama "Wijaya". Sejak saat itu ia memutuskan menganti namanya menjadi "Wijaya", dan saat ada orang yang memanggilnya O'on. Ia mengenalkan kembali dirinya dengan nama Wijaya atau Jaya dan ia selalu berkata Saya Jaya dan hidup saya akan berjaya". 

Tidak lama setelah menganti namanya. Salah satu kerabat menawarkan Jaya untuk bekerja di perusahaan mebel miliknya. Jaya-pun tidak berpikir panjang dan langsung bekerja. Disana Jaya terus belajar dan berusaha, ia-pun memulainya dari titik terendah yaitu sebagai buruh pabrik, Jaya perlahan-lahan belajar dan terus naik dan mendapatkan kepercayaan untuk mengurus bagian produksi, tidak hanya puas dengan tanggung jawab dan prestasi tersebut. Jaya tetap berusaha untuk mencapai hal yang lebih besar, Jaya berhasil membuka sendiri cabang perusahaan di Jakarta dan perusahaan saya ternyata menjadi salah satu mitra bisnisnya.

Tidak hanya puas menjadi kepala cabang Jakarta, ia juga memberikan umroh kepada setiap karyawannya jika perusahaannya mendapatkan proyek besar. Ia sudah mengantarkan lebih dari 20 karyawannya untuk naik haji. Menariknya adalah ia sendiri belum naik haji. Ia berkata bahwa banyak kesempatan bagi dia untuk naik haji, tapi tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama contohnya karyawan-karyawannya. Jaya tidak menikmati kesuksesannya sendiri, ia menikmatinya bersama orang-orang disekitarnya yang membantunya mencapai kesuksesan tersebut.

Dari cerita ini kita belajar satu hal yaitu: Iman.
Di dalam Bilangan 14:28: "...seperti yang kamu katakan di hadapan-Ku, demikianlah akan Kulakukan kepadamu." Terkadang kita lupa bahwa nama kita, panggilan kita, ucapan kita adalah iman dan doa kita kepada Tuhan. Jika kita memberikan "diskon" kepada diri kita sendiri, maka kita mengecilkan rencana Tuhan yang besar kepada diri kita. Ingatlah, Tuhan menjadikan kita kepala bukan ekor. Rencananya besar bagi kita semua, tapi apakah iman kita cukup besar untuk menerima rencana tersebut?

Salam Damai!
Tuhan memberkati kita semua.

Wednesday, December 14, 2016

Rest Area

By Mulyadi Irawan
Highway road (source: Pixabay.com)
Pekerjaan membuat saya jauh dari anak-anak saya. Ketiga anak saya Samuel, Grace, dan Yosua kini berada di Jakarta. Mereka melanjutkan pendidikannya di Jakarta, dan kini mereka juga mulai membangun karir di Jakarta.

Jakarta - Semarang tidak menjadi kendala bagi keluarga kami untuk berkumpul. Puji Tuhan, saya sering mendapatkan undangan untuk menjadi pembicara ataupun melakukan pelayanan di beberapa Gereja yang ada di Jakarta. Sehingga saya dan istri saya bisa berkumpul dengan anak-anak kami.

Jakarta - Semarang dapat ditempuh dengan mobil kurang lebih 8 jam perjalanan, cukup melelahkan sebenarnya. Tapi, mengingat waktu-waktu yang akan dihabiskan bersama keluarga baik di Jakarta maupun di Semarang membuat saya tetap fresh dan semangat selama perjalanan. Dalam perjalanan menuju Jakarta, saya sering beristirahat sejenak di Rest Area Tegal, karena dibandingkan dengan Rest Area lainnya. Rest Area Tegal memiliki toilet yang bersih dan cukup banyak, sehingga nyaman digunakan. Terkadang saat berada di Rest Area Tegal, saya suka berjalan keluar Rest Area dan memperhatikan jalan tol dan melihat ke arah Jakarta. Sambil berpikir "Wah, sudah setengah jalan ternyata, Jakarta sudah dekat".

Begitupun sebaliknya, saat saya melakukan perjalanan pulang menuju Semarang, saya sering beristirahat di Rest Area Cikampek, karena saya bisa nongkrong sambil minum Starbucks Coffee. Saat nongkrong sambil menikmati kopi, saya sering berbicara dalam hati "Perjalanan baru saja dimulai".

Saya menyadari hal yang sama dalam hidup kita. Terkadang, kita lupa bahwa dalam hidup kita juga membutuhkan "Rest Area" dimana kita bisa santai, tenang, dan beristirahat. Di "Rest Area" tersebut jugalah kita bisa melihat kembali seberapa jauh perjalan yang telah kita lalui, baik saat-saat menyenangkan ataupun saat-saat yang kurang menyenangkan. Disinilah kita bisa merenungkan apakah kita berjalan mendekat atau menjauhi tujuan kita dan mengevaluasi ulang kembali hal-hal yang telah kita lakukan. 

Gunakanlah "Rest Area" tersebut untuk mengisi kembali bahan bakar iman kita. Bagaiamana kita dapat mengisi kembali bahan bakar iman kita? Jawabannya sedeharna dengan cara bersyukur terhadap hal-hal yang kita miliki, dan mengapresiasi diri sendiri atas hal-hal yang kita capai. Karena salah satu tempat yang paling senang Tuhan datangi adalah hati yang bersyukur. Yakinlah bahwa Tuhan akan membawa kita dari satu kemuliaan ke kemuliaan lainnya. Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan lakukanlah semuanya itu dalam Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa Kita (Kolose 3:17).

Salam Damai, Tuhan memberkati kita semua.
Amin!

Wednesday, March 16, 2016

Cukuplah kasih karunia Tuhan buat hidupku

By Christianto Siahaan

Suatu ketika di dalam hidup saya, saya merasa berada di dalam titik terendah. Saya tidak tahu kenapa dan mengapa, tetapi saya merasa seperti orang yang paling tertolak didunia ini. Sebenarnya saya sadar mengapa demikian, yaitu akibat kecanduan narkoba yang saya alami kurang lebih delapan (8) tahun. Banyak orang berkata, siapa yang hidup dalam narkoba, salah satu kakinya berada di dalam penjara. 

Walaupun banyak berkata seperti itu, saya tidak mempedulikannya. Saya tetap asik dengan kesenangan - kesenangan itu. Berawal dari narkoba, saya mulai melakukan kejahatan-kejahatan lain mulai dari sex bebas, mencuri, berbohong, menipu, dan lain sebagainya yang membuat saya merasa tertolak.

Singkat cerita, pada akhir 2014, keluarga saya, yang sepertinya tidak peduli lagi dengan saya, tiba - tiba mendatangi saya dan mengajak saya untuk pergi ke sebuah rehabilitasi. Saat itu saya berpikir bahwa rehabilitasi sama halnya dengan sebuah penjara. Walaupun saya menolak, keluarga saya dapat dengan tenang berkata, "Ah sudahlah, ikut saja. Mungkin itu memang jalanmu". Akhirnya, tanpa mengeraskan hati, saya ikuti saja permintaan mereka. 

Ternyata, dugaan saya terhadap rehabilitasi salah. Saya merasa sangat diterima di rehabilitasi tempat saya pergi. Saya merasakan kasih Tuhan menghampiri saya dan saya merasakan pembebasan dari semua yang telah saya lakukan selama itu. Saya merasa Yesus Kristus memang juru selamat di dalam hidup saya.

Akhirnya, saya terus mengikuti program di tempat rehabilitasi tersebut dan disitu saya belajar akan Firman Tuhan. Sekarang saya bisa membagikan sesuatu mengenai Firman Tuhan dan saya bersyukur saya dapat membawa teman - teman lainnya ke dalam hadirat Tuhan dengan mempimpin sebagai worship leader di tempat rehabilitasi tersebut.

Saya merenung bahwa ternyata, saya sudah jauh meninggalkan kehidupan saya yang dulu dan sudah banyak hal yang berubah di hidup saya.

Atas rasa bersyukur itulah saya memutuskan untuk menjadi salah satu pembina tempat rehabilitasi tersebut. Secara duniawi, orang akan berpikir bahwa menjadi pembina di rehabilitasi akan seperti orang yang dikurung, tetapi saya telah belajar satu hal, bahwa hidup itu harus memiliki satu kata, yaitu "Cukup". Cukuplah kasih karunia Tuhan itu buat hidupku. Hari ini saya dapat berkata kepada saudara sekalian, "Diberkati untuk menjadi berkat".

Rehabilitasi Rumah Damai bertempat di kelurahan Cepoko RT 4 RW I, kecamatan Gunung Pati, Semarang. Seperti namanya, di tempat itu saya benar - benar merasakan damai dan rumah itu seperti rumah ajaib, karena rumah itu telah mengubah sekian ratus pecandu narkoba menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Rumah itu mengubah orang yang dulu mungkin tidak memiliki harapan akan masa depan menjadi orang yang memiliki masa depan.

Tuhan Yesus memberkati kita semua.