Wednesday, March 16, 2016

Cukuplah kasih karunia Tuhan buat hidupku

By Christianto Siahaan

Suatu ketika di dalam hidup saya, saya merasa berada di dalam titik terendah. Saya tidak tahu kenapa dan mengapa, tetapi saya merasa seperti orang yang paling tertolak didunia ini. Sebenarnya saya sadar mengapa demikian, yaitu akibat kecanduan narkoba yang saya alami kurang lebih delapan (8) tahun. Banyak orang berkata, siapa yang hidup dalam narkoba, salah satu kakinya berada di dalam penjara. 

Walaupun banyak berkata seperti itu, saya tidak mempedulikannya. Saya tetap asik dengan kesenangan - kesenangan itu. Berawal dari narkoba, saya mulai melakukan kejahatan-kejahatan lain mulai dari sex bebas, mencuri, berbohong, menipu, dan lain sebagainya yang membuat saya merasa tertolak.

Singkat cerita, pada akhir 2014, keluarga saya, yang sepertinya tidak peduli lagi dengan saya, tiba - tiba mendatangi saya dan mengajak saya untuk pergi ke sebuah rehabilitasi. Saat itu saya berpikir bahwa rehabilitasi sama halnya dengan sebuah penjara. Walaupun saya menolak, keluarga saya dapat dengan tenang berkata, "Ah sudahlah, ikut saja. Mungkin itu memang jalanmu". Akhirnya, tanpa mengeraskan hati, saya ikuti saja permintaan mereka. 

Ternyata, dugaan saya terhadap rehabilitasi salah. Saya merasa sangat diterima di rehabilitasi tempat saya pergi. Saya merasakan kasih Tuhan menghampiri saya dan saya merasakan pembebasan dari semua yang telah saya lakukan selama itu. Saya merasa Yesus Kristus memang juru selamat di dalam hidup saya.

Akhirnya, saya terus mengikuti program di tempat rehabilitasi tersebut dan disitu saya belajar akan Firman Tuhan. Sekarang saya bisa membagikan sesuatu mengenai Firman Tuhan dan saya bersyukur saya dapat membawa teman - teman lainnya ke dalam hadirat Tuhan dengan mempimpin sebagai worship leader di tempat rehabilitasi tersebut.

Saya merenung bahwa ternyata, saya sudah jauh meninggalkan kehidupan saya yang dulu dan sudah banyak hal yang berubah di hidup saya.

Atas rasa bersyukur itulah saya memutuskan untuk menjadi salah satu pembina tempat rehabilitasi tersebut. Secara duniawi, orang akan berpikir bahwa menjadi pembina di rehabilitasi akan seperti orang yang dikurung, tetapi saya telah belajar satu hal, bahwa hidup itu harus memiliki satu kata, yaitu "Cukup". Cukuplah kasih karunia Tuhan itu buat hidupku. Hari ini saya dapat berkata kepada saudara sekalian, "Diberkati untuk menjadi berkat".

Rehabilitasi Rumah Damai bertempat di kelurahan Cepoko RT 4 RW I, kecamatan Gunung Pati, Semarang. Seperti namanya, di tempat itu saya benar - benar merasakan damai dan rumah itu seperti rumah ajaib, karena rumah itu telah mengubah sekian ratus pecandu narkoba menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Rumah itu mengubah orang yang dulu mungkin tidak memiliki harapan akan masa depan menjadi orang yang memiliki masa depan.

Tuhan Yesus memberkati kita semua.

Monday, March 7, 2016

Ternyata Saya

By Mulyadi Irawan

Suatu hari, saya diundang untuk melayani sebuah gereja di Magelang. Saya dijadwalkan untuk dua kebaktian, yaitu pada jam 8:00 dan jam 16:00. Oleh panitia setempat, saya diberikan satu kamar di sebuah hotel untuk beristirahat sebelum kebaktian yang kedua.
 
Pagi itu, saya berangkat dari Semarang jam 5:00 dan tiba di hotel jam 7:00. Sesampainya saya di hotel itu, saya langsung menuju resepsionis untuk mengambil kunci kamar yang telah dijanjikan tersebut. Saya terkejut setelah saya diberi tahu oleh resepsionis bahwa kunci kamar saya sudah diambil kemarin dan sudah ada orang lain yang menginap di kamar tersebut. Saya bertanya di dalam hati, siapa orang yang telah menginap di kamar saya.


Saat itu, saya memutuskan untuk menuju kamar tersebut dan mengetuk pintu kamar. Tidak lama kemudian, ada seorang anak muda membuka pintu kamar itu. Dia sudah terlihat rapih dengan dasi. Dia berkata, " Maaf bapak Mulyadi, saya worship leader yang bertugas pagi ini. Saya tiba kemarin malam dan panitia menaruh saya di kamar ini dengan pesan, bahwa bapak akan datang pagi ini. Saya pamit untuk ke gereja terlebih dahulu. Silahkan bapak beristirahat".

Pada saat saya masuk ke kamar itu, terlihat bahwa ranjang sudah berantakan, dan bahkan selimutnya sudah berada di lantai. Pada akhirnya saya putuskan untuk tidak beristirahat, saya menuju ke kamar mandi. Ternyata di kamar mandi tersebut, semua handuk telah dipakai. Dengan perasaan kesal, saya memutuskan untuk tetap mandi berhandukkan baju kaos yang telah saya pakai sepanjang perjalanan menuju Magelang tersebut. Selesai saya mandi, saya ganti pakaian untuk khotbah, namun saya belum membersihkan sepatu saya. Saat itu, hotel tersebut tidak menyediakan shoe polisher. Sekilas saya melihat handuk yang ada di lantai kamar mandi, langsung saat itu juga saya mengambilnya dan mulai membersihkan sepatu saya. Di tengah saya membersihkan sepatu saya, muncullah sebuah kata, "Karakter". 

Selama ini saya tidak pernah berpikir untuk mengajarkan anak saya ataupun anak asuh saya menggunakan handuk untuk mandi dan mengeringkan badan sebagai handuk untuk membersihkan sepatu. Saat itu, dalam keadaan lelah mengemudi, marah, dan kesal, saya justru melakukan hal tersebut.

Saya berlutut dan berdoa minta ampun kepada Tuhan atas hati saya yang marah dan kesal serta meminta damai sejahteraNya turun atas saya, setelah itu, saya menuju gereja tempat saya melayani dengan damai sejahtera. Puji Tuhan, semua acara berlangsung dengan baik.


Melalui kejadian di atas, saya belajar satu hal, ternyata saya juga masih harus terus belajar agar karakter Kristus sungguh ada dalam hidup saya, apapun masalah yang saya hadapi.

Doa saya hari ini, kiranya Tuhan memberikan kemampuan kepada kita semua untuk tetap setia saat tekanan datang sampai karakter Kristus muncul dari hidup kita. 


Tuhan memberkati kita semua.